Paripurna DPRD Tanbu, Bupati Zairullah Berikan Jawaban Raperda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat

0 854

TANAH BUMBU, lugasnusantara.co.id – Diwakili Asisten Bidang Pemerintahan dan Kesra, Bupati Tanah Bumbu memberikan jawaban terhadap Pemandangan Umum Fraksi DPRD Tanah Bumbu tentang Raperda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat.

Digelar di ruang utama Kantor DPRD Tanah Bumbu, rapat dipimpin Ketua DPRD Tanah Bumbu, Andrean Atma Maulani, Senin (25/3/24).

Secara berurutan, mulai dari Fraksi PDI Perjuangan, Gerindra, Golkar, PKB dan Fraksi Amanat Nasional Demokrat, Eka Saprudin menyampaikan jawaban terkait kehadiran perwakilan masyarakat adat yang ada di Kabupaten Tanah Bumbu.

Bupati menyetujui saran dan masukan dari Fraksi PDI Perjuangan, karena sesuai dengan Permen LHK Nomor 23 Tahun 2017 tentang Pengakuan Dan Perlindungan Kearifan Lokal Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Dan Lingkungan Hidup bahwa peran masyarakat lokal termasuk masyarakat hukum adat dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan praktek kearifan lokal sangat penting untuk kelestarian sumber daya alam dan lingkungan.

Wilayah Adat adalah tanah adat yang berupa tanah, air, dan atau perairan beserta sumber daya alam yang ada di atasnya dengan batas-batas tertentu, dimiliki, dimanfaatkan dan dilestarikan secara turun-temurun dan secara berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat yang diperoleh melalui pewarisan dari leluhur mereka atau gugatan kepemilikan berupa tanah ulayat atau hutan adat.

Hukum Adat adalah seperangkat norma atau aturan, baik yang tertulis maupun tidak tertulis, yang hidup dan berlaku untuk mengatur tingkah laku manusia yang bersumber pada nilai budaya bangsa Indonesia, yang diwariskan secara turun temurun, yang senantiasa ditaati dan dihormati untuk keadilan dan ketertiban masyarakat, dan mempunyai akibat hukum atau sanksi.

Terkait diskusi dengan tokoh-tokoh adat yang ada di Kabupaten Tanah Bumbu agar peraturan ini bisa mengakomodir aspirasi Masyarakat Adat tersebut.

Bupati menyetujui saran dan masukan dari Fraksi Golkar, karena sesuai dengan Permen LHK No 23 Tahun 2017 tentang Pengakuan Dan Perlindungan Kearifan Lokal Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Dan Lingkungan Hidup bahwa peran masyarakat lokal termasuk masyarakat hukum adat dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan praktek kearifan lokal sangat penting untuk kelestarian sumber daya alam dan lingkungan.

Secara terminologi bahwa pengertian Masyarakat Hukum Adat yang selanjutnya disingkat MHA adalah masyarakat tradisional yang masih terkait dalam bentuk paguyuban, memiliki kelembagaan dalam bentuk pranata dan perangkat hukum adat yang masih ditaati, dan masih mengadakan pemungutan hasil hutan di wilayah hutan sekitarnya yang keberadaanya dikukuhkan dengan peraturan daerah.

Masyarakat Adat adalah kelompok masyarakat yang memiliki sejarah asal-usul dan menempati wilayah adat secara turun-temurun. Masyarakat Adat memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam, kehidupan sosial-budaya yang diatur oleh hukum adat, dan lembaga adat yang mempertahankan keberlanjutan kehidupan Masyarakat Adat sebagai komunitas adat dimana masyarakat adat merupakan bagian dari Masyarakat Hukum Adat.

Untuk Raperda ini memang sesungguhnya merespon inisiatif perlindungan terhadap Masyarakat adat yang selama ini termajinalkan, agar mendapatkan perlindungan negara dan pengaturan Masyarakat hukum adat.

Sebagaimana amanat Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 bahwa pendelegasian pengakuan terhadap hak masyarakat adat dilakukan dalam bentuk Peraturan Daerah yang dalam rumusannya mengacu Permendagri No. 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat.

“Dapat kami sampaikan bahwa di dalam Raperda ini bersifat pengaturan umum tentang mekanisme Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat,” pungkasnya.

Tinggalkan pesan

Alamat email anda tidak akan ditampilkan.