NASIONAL, lugasnusantara.co.id – Salah satu hal yang membatalkan puasa adalah berhubungan intim. Lalu bagaimana hukumnya jika melakukan hubungan intim karena lupa sedang berpuasa ?
Pada awal Ramadan, tak sedikit memang umat Muslim yang terkadang lupa bahwa tengah berpuasa. Tak sedikit terkadang yang meneguk minum atau bahkan memakan makanan saat sedang berpuasa karena lupa. Apakah mungkin lupa bisa juga terjadi pada saat gairah berhubungan intim terjadi?
Menurut Imam Syafi’i dan Imam Abu Hanifah dalam kitab Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid karya Ibnu Rusyd dijelaskan, apabila seseorang melakukan hubungan intim saat sedang berpuasa karena lupa maka ia tidak wajib mengqadha puasanya. Ia juga tidak wajib membayar kafarat sama sekali.
Adapun ulama-ulama madzhab yang berpendapat seperti ini antara lain Hasan Al-Bashri, Mujahid, Abu Hanifah, Ishak, Abu Tsaur, Dawud, dan Ibnu Al-Mundzir. Namun demikian ulama-ulama dari dua kalangan ini seperti Al-Auza’i dan Al-Laits berpendapat, yang bersangkutan dikenakan qadha. Sebab melakukan hubungan seks karena lupa tidak bisa disamakan dengan kasus makan ataupun minum.
Sedangkan menurut Imam Ahmad serta ulama-ulama dari madzhab Imam Malik, yang bersangkutan hanya wajib mengqadha dan tidak wajib membayar kafarat. Dan menurut Imam Ahmad serta ulama-ulama dari madzhab Zhahiri, ia wajib mengqadha sekaligus membayar kafarat.
Terjadinya silang pendapat karena qadha bagi orang yang lupa tersebut karena adanya pertentangan antara pengertian lahiriah hadis dengan qiyas. Dari segi qiyas, orang melakukan hubungan seks karena lipa disamakan dengan orang yang meninggalkan shalat karena lupa.
Maka, ia diwajibkan mengqadha puasa sebagaimana yang diwajibkan terhadap orang yang meninggalkan shalat karena lupa berdasarkan nash. Adapun hadis yang pengertian lahiriahnya bertentangan dengan qiyas, ialah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim.
Rasulullah SAW bersabda: “Man nasiya wa huwa shoimun, fa akala aw syariba falyutimma shaumahu fainnama ath’amahullahu wasaqohu,”. Yang artinya: “Barangsiapa lupa kalau dia sedang berpuasa lalu makan dan minum, hendaklah ia menyempurnakan puasanya. Karena sesungguhnya ia diberi makan dan minum oleh Allah,”.
Dari hadis inilah muncul perdebatan pendapat oleh para ulama. Tentang orang yang mengira matahari sudah terbenam sehingga ia lalu berbuka, namun ternyata belum (terbenam). Maka muncul lah perdebatan apakah yang bersangkutan wajib mengqadha atau tidak? Sedangkan lupa sendiri disamakan dengan khilaf, termaafkan.
Ibnu Rusyd menjelaskan, apabila dipahami bahwa hukum dasarnya adalah orang lupa tidak wajib mengqadha puasa, kecuali bila ada dalil yang mewajibkannya. Maka demikian, orang yang berbuka karena lupa tidak wajib qadha karena tidak ada dalil yang mewajibkannya. Lain halnya dengan lupa dalam mengerjakan shalat yang wajib qadha.
Jika dipahami bahwa hukum asal orang lupa wajib mengqadha, kecuali bila ada dalil yang menghapus kewajiban tersebut, maka dalil yang menghapuskan kewajiban tersebut ada. Yakni hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah yang isinya membebaskan sanksi hukuman dari orang yang lupa.
Kecuali kalau ada orang yang mengatakan, sesungguhnya lupa dalam berbuka itu sama dengan lupa dalam ibadah-ibadah yang lain pada umumnya. Kecuali jika lupa berbuka itu disamakan dengan lupa shalat maka wajib mengqadha.
Rasulullah SAW bersabda: “Umatku diampuni karena melakukan kekhilafan dan lupa,”. Namun sampai ada dalil lain yang mentaskhih. Pendapat-pendapat ulama yang menyatakan wajib mengqadha dan tidak, atau pun wajib membayar kafarat atau tidak sejatinya memiliki dasar dalil yang jelas.
Batal atau tidak puasanya?
Sedangkan Imam An-Nawawi dalam kitabnya berjudul Al-Majmu menjelaskan, melanggar hal-hal yang menafikan puasa karena lupa itu tidak membatalkan. Menurut Rabi’ah dan Imam Malik, sebagaimana yang dijabarkan oleh Imam An-Nawawi, puasa orang yang melakukan hubungan seks, makan, dan yang lainnya hukumnya batal.